Yah….UNSOED memang berhasil meloloskan mahasiswa menjadi Mahasiswa
Berprestasi Nasional (MAPRESNAS) setelah menunggu lima tahun!!!
Saya nyaris lupa bahwa saya pernah menjadi salah satu finalis Mahasiswa
Berprestasi Nasional (MAPRESNAS) tahun 2007 jika awal bulan Juli ini
seorang adik kelas tidak menghubungi. Namanya Khoirul Anam atau lebih
akrab dipanggil Irul. Dia adik kelas saya jauh karena masuk FK UNSOED
tahun 2009. Yah, Dek Irul inilah yang menjadi duta dari kedokteran maju
sampai ke tingkat nasional.
Semudah itu?
Baiklah, saya terpaksa sedikit berpanjang lebar. Mahasiswa Berprestasi
merupakan salah satu event tahunan yang sama ngetopnya dengan PIMNAS
(Pekan Ilmiah Nasional) hanya saja karena yang maju bersifat individu
maka event ini benar-benar menjaring mahasiswa terbaik saja. Tentunnya
jalan yang ditempuh tidaklah mudah. Ini persyaratan utamanya :
1. Karya Tulis Ilmiah (KTI) yang sudah ditandatangi dan disahkan pihak universitas lalu dijilid skripsi sebanyak 4 buah.
2. Abstrak KTI dalam bahasa Inggris ditulis terpisah dari KTI dikopi 4 buah.
3. Blanko Curriculum Vitae (CV) yang memuat seluruh kegiatan intra dan
ekstrakulikuler yang harus diisi dengan baik, benar, dan berbukti
(dinyatakan malalui piagam). Pengisian yang salah atau ganda dapat
berakibat fatal.
4. Foto kopi semua piagam penghargaan baik kegiatan di tingkat lokal, regional,nasional maupun internasional.
5. Foto 3×4 berwarna dua lembar
6. Indeks Prestasi Kumlatif (IPK) yang disahkan fakultas.
Nah yang terjadi di kampus saya dulu adalah, banyak mahasiswa pintar
namun tidak banyak mahasiswa yang mau ikut proses menyiapkan semua
persyaratan tersebut karena memang bukan hal ringan. Satu-satunya hal
yang membuat saya tertarik adalah semangat harus ke tingkat nasional
menimba ilmu baru. Jadilah, saya kembali narsis. Saya mempersiapkan
diri sebaik mungkin. Berbagai pengalaman organisasi mulai didata dan
hobi menulis sekaligus meneliti mulai dibangkitkan lagi. Beberapa
penghargaan menulis yang pernah saya raih di ajang Lomba Karya Tulis
Mahasiswa (LKTM) mulai saya rekap lagi. Saya ingat tahun 2006 pertama
kali saya harus mewakili fakultas saya bertanding di tingkat
universitas.
Saya menjadi peserta termuda saat itu. Seharusnya itu bukan jatah
angkatan saya yang maju melainkan kakak kelas saya. Tapi karena
lagi-lagi faktor kesibukan mahasiswa FK yang luar binasa dan tidak ada
yang mau mewakili lagi, saya akhirnya dicomot untuk mewakili. Karena
yang termuda, saya tidak menargetkan hal besar di ajang ini karena
saingan lainnya sangat berat. Apalagi Mas Joko dari Fakultas Biologi.
Bukan hal rahasia lagi jika FISIP dan Biologi selalu menjadi saingan
terberat bagi kedokteran karena mereka mempersiapkan karya ilmiah dengan
sungguh-sungguh sementara kebanyakan yang terjadi di kedokteran adalah
karya ilmiah yang sistem kebut semalam. Beruntung kami di kedokteran
masih mempunyai para spesialis sekaligus dosen yang selalu membantu dan
mempunyai waktu konsultasi lebih.
Akhirnya, benar seperti dugaan saya. Mas Joko menjadi juara I Mapres
Tingkat UNSOED 2006 dan saya berada di peringkat kedua, hanya selisih
beberapa poin saja. Pak Herry, salah satu dewan juri sekaligus guru
kepemimpinan saya selama ini menjabat tangan saya erat. Dia tahu
potensi besar dalam diri saya. “Kamu masih punya kesempatan kedua,
tahun depan” hanya kalimat sederhana tapi mengubah banyak hal yang
terjadi pada diri saya tahun 2006.
Saya lebih rajin lagi mengembangkan bakat, mencari judul tulisan yang
menarik, dan tidak lupa memperbanyak kesempatan organisasi hingga luar
negeri. Boleh dikatakan tahun itu tahun gila karena saya benar-benar
mencari berbagai macam link beasiswa berbagai pertemuan internasional.
Tidak sia-sia, saya berkesempatan mengikuti pelatihan leadership One
Degree Asia di Singapura dan Summer School of Atomic Bombing di
Hiroshima. Semuanya terjadi di 2006.
Ketika 2007 datang, saya semester 8 dan saya memaksa pihak fakultas
untuk melakukan seleksi Mapres di kedokteran secara serius, tidak hanya
asal tunjuk. Yah kalau yang ditunjuk mau seperti saya dulu yang memang
niat. Lah kalau tidak kan kasian. Akhirnya di angkatan saya
dikumpulkanlah para rekan saya yang pintar karena terbukti selalu masuk
sepuluh besar. Saya lupa saat itu saya termasuk atau tidak tapi karena
pengumumannya terbuka untuk umum ya sepertinya saat itu saya ikut lagi.
Hasilnya, tidak banyak rekan saya yang mau membuat karya tulis.
Lagi-lagi karena atmosfernya saat itu lebih baik membuat skripsi pribadi
dan cepat lulus daripada harus berkutat dengan hal aneh yang belum
tentu diapresiasi oleh fakultas. Saya akui, kepadatan dan kelelahan
menjalani rutinitas kuliah dan juga ekstrakulikuler di kedokteran
membuat mahasiswa kurang termotivasi untuk mengembangkan diri melalui
jalur kompetisi yang sudah dipersiapkan. Tanpa ada motivasi dari diri
sendiri maka mustahil mau bersusah payah mengikuti hal seperti ini.
Akhirnya, saya terpilih lagi mewakili FK menuju pertarungan di tingkat
universitas. Kali ini saya bukan yang termuda lagi dan rasanya
menyenangkan ketika harus menjabat tangan peserta lain yang lebih muda
dan mengatakan, “Tenang aja…kalian masih punya banyak kesempatan”. Dan
kali ini Biologi yang diwakili sahabat saya Hadi (saat ini bekerja di
LIPI Jakarta) harus rela menjadi urutan kedua.
Yah…saya benar-benar mewakili UNSOED ke tingkat nasional. Tapi
tunggu…lagi-lagi perjuangan masih panjang kawan. Dibantu para dewan
juri dan juga tim sukses UNSOED, saya mempersiapkan pengiriman segala
macam berkas ke DIKTI Nasional.
Saya ingat waktu itu saya harus berjibaku dengan padatnya perkuliahan
untuk merevisi karya ilmiah saya, memperbaiki abstrak dalam bentuk
inggris, menambah TOEFL lagi, dan juga mengumpulkan arsip tambahan
sertifikat. Sangat sibuk bahkan saya sampai harus merepotkan Pak
Mulyadi, staff bagian kemahasiswaan di tingkat universitas. Sampai
detik ini, ketika saya kembali ke UNSOED maka ruangan staff itu adalah
tempat pertama yang saya kunjungi. Saya tidak pernah melupakan jasa
mereka seperti mereka tidak pernah melupakan saya yang jadi satu-satunya
dokter nyleneh yang kurang kerjaan main kesana. Setelahnya, saya akan
masuk ke gedung rektorat dan mengunjungi satu persatu wajah yang pernah
menemani saya di ajang Mapres. Bahkan saya yang super narsis tidak
sungkan mengetuk ruangan pak rektor walaupun saat ini rektornya sudah
ganti. Bagi saya, membina link harus dijalani dengan jalan silaturahmi.
Bagaimana mau minta dibukakan berbagai macam link jika tidak pernah
berkunjung.
Yah…Pak Mulyadi pun akhirnya nekat sore hari langsung ke Jakarta demi
mengantarkan berkas saya. Itu pun saya masih berkejaran dengan
travelnya. Ternyata, pentingnya tim adalah untuk mengingatkan apa yang
masih kurang atau terselip, begitulah Pak Mul sangat membantu saya. Ada
beberapa nama universitas besar yang tidak masuk (tidak saya sebutkan
demi menjaga etika) yang ternyata gugur hanya karena syarat kelengkapan
administrasinya belum terpenuhi. That’s why I’m so thanksfull to you
Mr. Mulyadi.
Semua mahasiswa berprestasi yang terbaik yang dikirim oleh universitas
se-Indonesia harus rela deg-degan menunggu hasil dan saya salah satunya.
Pak Mul lagi-lagi menjadi orang pertama yang menelpon saya kabar
lolosnya ke tingkat nasional. Penyeleksian tersebut sangat ketat dan
tercatat untuk tahun 2007 lebih dari 80 peserta baik S1/D3 dari PTN dan
PTS di seluruh Indonesia mengikuti Mapresnas. DIKTI hanya mengambil 15
finalis mahasiswa yang nantinya akan mengikuti tahap terakhir di
Jakarta. Hari yang ditunggu pun tiba. Bulan Agustus 2007 yang selalu
akan saya ingat ketika untuk pertama kalinya saya mempunyai laptop.
Yah…serius. Sebelumnya saya bertahan mengerjakan semua karya tulis
hanya melalui komputer di perpustaan atau rumah. Notebook pertama yang
dihadiahkan papa untuk saya (itupun bukan cash) karena melihat saya
harus melakukan presentasi di tingkat nasional.
Tanggal 13-18 Agustus 2007 menjadi hari bersejarah bagi saya karena
bertemu dengan mahasiswa hebat lainnya. Penilaian menjadi lebih ketat
di seleksi nasional ini. Ini rutinitas yang dilakukan : 1. Presentasi
Karya Tulis 2. Tes bahasa Inggris 3. Wawancara kegiatan
ekstrakulikeuler 4. Penilaian kepribadian Bukan hanya itu, saya
beruntung dapat mengikuti berbagai acara kenegaraan dalam rangka
memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia antara lain:
1. Upacara detik-detik Prklamasi Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus di Istana Negara.
2. Mengikuti Pidato Kenegaraan Presiden RI pada tanggal 16 Agustus di Gedung DR/MPR RI
3. Ramah tamah keteladanan tingkat nasional dan peserta PASKIBRAKA di
lingkungan Depdiknas dalam rangka Puncak Peringkatan Hardiknas tanggal
16 Agustus di Gedung Depdinkas.
4. Pemberian ceramah dan iskusi interaktif serta pengarahan dari pakar berbagai disiplin ilmu dan pimpinan Depdinkas.
Bagi saya, berada di tingkat nasional sudah menjadi kebanggaan
tersendiri bahkan sekali pun saya hanya berada di peringkat ke-7.
Sampai saat ini, angkatan Mapres 2007 menjadi sahabat-sahabat terbaik
yang pernah saya punya. Lima tahun sudah berlalu dari 2007 dan mereka
menorehkan jejak membanggakan tidak hanya untuk saya tapi juga untuk
Indonesia. Beberapa di antaranya sedang melanjutkan pendidikan di
Prancis, Australia, United Kingdom, dan juga Jepang. Sisanya
melanjutkan S2 dalam negeri dan mengabdikan diri menjadi dosen.
Sementara dokter lainnya beraneka ragam, saya masih di sini saja, dr.
Vita sudah PNS, dan dr. Surya sedang menjalani spesialisasi Akupuntur
UI. Lainnya, lebih keren lagi. Menjadi staf terbaik di Bank Indonesia
dan wartawan yang sudah meliput berbagai perang dunia.
Berikut Finalis Mahasiswa Berprestasi Nasional 2007 (berdasrkan abjad) :
1. Ari Sentani dari Fakultas Teknik Universitas Islam Sultan Agung Semarang
2. Danang Ambar Prabowo dari Fakultas Perikanan Insitut Pertanian Bogor
3. Desy Ayu Pirmasari dari Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Malang
4. Hadziq fabroyir dari Fakultas Teknologi Institut Teknologi Sepuluh November
5. Hafiidhaturrahmah dari Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman
6. Hasyim Widhiarto Arum Dhita Abdul Karim dari Fakultas Ilmu Sosial Jurusan Komunikasi Universitas Indonesia
7. Hazhira Qudsyi dari Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia
8. Irna Farikhah dari Fakultas MIPA Jurusan Fisika IKIP PGRI Semarang
9. Kadek Agus Apriawan Putra dari Fakultas MIPA Universitas Pendidikan Ganesha
10. Lolita Moorena dari Fakultas Teknologi Industri Insitut Teknologi Bandung
11. Mustholikh dari Fakultas Bahasa dan Sastra Inggris Unversitas Negeri Semarang
12. Putu Bagus Surya Witantra Giri dari Fakultas Kedokteran Univrsitas Udayana Bali
13. Tri Sugiarto dari Fakultas Bahasa dan Sastra Inggris Universitas Negeri Yogyakarta
14. Umar Ali Ahmad dari Fakultas Teknik Telekomunikasi STT Telkom Bandung
15. Vita Kusuma Rahmawati dari Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
Dek Irul pun menjadi mahasiswa kedokteran UNSOED kedua setelah saya yang
berhasil menembus tingkat nasional sekaligus menjadi pemecah gong
setelah lima tahun Universitas saya tidak pernah lolos MAPRESNAS.
”Kok bisa kamu ikut dek?” iseng saya bertanya ke Dek Irul
”Karena ditantang sama Mba waktu LKMM dulu”
Dan ingatan saya kembali ketika saya selalu menjadi pembicara melatih
kedokteran di Latihan Kepemimpian dan Manajemen Mahasiswa (LKMM). Saya
memang menjelaskan pengalaman di berbagai negara dan juga MAPRESNAS tapi
jujur saya tidak menduga hanya dari seloroh menantang itu ternyata Dek
Irul benar-benar menjadi MAPRESNAS. Luar biasa bukan. Jadi kalau masih
menganggap MAPRES itu tidak penting dan mudah diraih, anda harus baca
ini dulu dan buktikan pada saya anda mampu!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar